#Serial Fikih Kurban
#Fawaid Alu Hasan
Hukum Udhiyah/Berkurban
Berkurban adalah suatu hal yg disyariatkan dg kesepakatan kaum muslimin. Allah taala berfirman:
(وَلِكُلِّ أُمَّةࣲ جَعَلۡنَا مَنسَكࣰا لِّیَذۡكُرُوا۟ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِیمَةِ ٱلۡأَنۡعَـٰمِۗ فَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱ فَلَهُۥۤ أَسۡلِمُوا۟ۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُخۡبِتِینَ)
_”Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),”_ [Surat Al-Hajj 34]
Sebagian ulama mengatakan: “bahwa hukumnya adalah wajib, bagi seorang yg mampu dan tidak berkurban maka ia berdosa”. Ini lah pendapat Abu Hanifah dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Sebagia bentuk kehati-hatian agar tidak meninggalkan syariat berkurban bagi orang-orang yg Allah taala berikan kepadanya kekayaan dan menjadikan hal tersebut sebagai nikmat yg Allah taala berikan kepadanya dan sebagai bentuk keikutsertaan ibadah orang-orang yg berhaji dalam hal berkurban.
Sumber: Majmu' Fatawa wa Rosail Lil Utsaimin
Komentar
Posting Komentar